Kamis, 26 Desember 2013

psikologi kepribadian

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
 
 
Tulisan yang terbatas ini hanya memuat beberapa pembahasan mengenai aspek-aspek kejiwaan dalam pribadi seseorang yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari atau dalam latihan-latihan, karena latihan yang kita laksanakan berhubungan dengan manusia sebagai objek dengan membawa berbagai karakter, tipe kepribadian dan temperamen.



A.     Perasaan



Kerap kali kita melihat orang tampak gembira atau sedih. Gembira atau sedih ini adalah pernyataan-pernyataan perasaan. Perasaan itu menyatakan sesuatu tentang keadaan jiwa pada suatu saat. Ada rasa “suka dan tidak suka”.

Rasa suka adalah rasa yang menyenangkan : enak, ketenangan, keindahan, lezat, kebahagiaan dan sebagainya.  Rasa tidak suka adalah rasa yang tidak enak, tidak menyenangkan, dukacita, takut, khawatir, gelisah, kesedihan, kacau dan sebagainya.

Perasaan itu selalu bersifat perseorangan, selalu bersama-sama dengan gejala-gejala jiwa lainnya, seperti teringat sesuatu, frustasi, kecewa, bahagia dan lain lain. Perasaan biasanya menyatakan diri dengan tingkah laku dan dapat diselidiki dengan jalan ekstrospeksi dan introspeksi. Perasaan ada yang bersifat biologis dan rohaniyah. Perasaan biologis meliputi perasaan yang berhubungan dengan fungsi hidup jasmaniah (lapar, haus, letih, lesu dan lain-lain).

Perasaan rohaniyah meliputi ; perasaan intelek yang menyertai pekerjaan intelektual, perasaan estetis yang berhubungan dengan keindahan (termasuk hal-hal yang lucu), perasan etis yang berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk, perasaan keagamaan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa dimana kita ingat kepada Tuhan, perasan diri yang menyertai gambaran kita sendiri (positif dan negatif ; kompleks inferior/superior), perasaan sosial dalam hubungan kita dengan orang lain.

 

B.     Prasangka



Prasangka adalah predisposisi untuk memberikan penilaian yang diskriminatif terhadap pribadi atau kelompok tertentu. Menurut analisis transaksional, hal ini terjadi karena cara hidup yang kita peroleh dari pengalaman sejak kecil atau masa lalu menjadikan kita tidak dapat melihat keadaan sebenarnya dengan jelas.

Kita mempunyai harapan-harapan tertentu tentang orang lain –seringkali harapan yang bersifat negatif--, karena perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, agama atau perbedaan kelompok. Harapan-harapan demikian seringkali tidak diajarkan terus terang pada kita, tetapi diangkat dari pengamatan kita terhadap prasangka mereka yang berpengaruh pada masa kecil kita.

Ketika saya melakukan/memimpin sebuah pelatihan (Up-grading), seorang peserta wanita meminta waktu untuk berbicara dengan saya pada hari ke 2. Ia kelihatan sangat kikuk dan mengatakan kepada saya, bahwa ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Saya memberikan dorongan dan akhirnya ia mengatakan “saya merasa sangat malu ! ketika pertama kali anda masuk ruangan untuk memberikan materi, saya agak jengkel”. “Bayangkan, ketika saya memutuskan untuk ikut acara ini, saya akan dipimpin oleh seorang yang pemarah”, “akan tetapi saya merasa tertipu oleh prasangka saya, dan kini harus saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah orang yang ramah dan suka humor dan materi yang anda berikan sangat berguna bagi saya”, “saya sangat malu karena waktu itu langsung mengira bahwa saya akan “ketakutan” dan tidak akan mendapatkan materi yang berguna, karena anda terlihat seperti seorang yang galak”.

Peserta wanita tersebut telah mempunyai prasangka yang bukan-bukan, tapi ia tidak bersikeras dengan prasangkanya, sehingga ia masih dapat berubah pandangan. Sayang sekali pada beberapa kasus, ada orang yang demikian kuat prasangkanya, sehingga tidak dapat mengubahnya, karena prasangka dapat mendistorsi persepsi kita tentang realita, maka prasangka merupakan hambatan yang besar dalam komunikasikita dengan orang lain. Menyadari prasangka kita sendiri biasanya sulit, karena kita selalu yakin akan kebenaran prasangka itu.

Adakalanya prasangka mampu membuat seseorang yang kurang percaya diri merasa lebih baik. Prasangka dapat membuat orang memandang rendah orang lain. Sesungguhnya hal demikian justru mempersulit upaya mengenali dan menghilangkan prasangka. Orang yang sangat dikuasai prasangka biasanya selalu merasa tidak aman dan bersifat kaku.

Mereka selalu mencoba mengatasi keraguan dan ketakutan mereka dengan merendahkan orang lain, melemparkan kesalahan pada orang lain, dan menganut faham yang dogmatis. Menyadari sifatnya tersebut, membuat kita tidak mudah marah terhadapnya. Orang yang demikian tidak akan menjadi baik bila dihadapi dengan sikap yang keras dan menuntut ; sebaiknya, mereka membutuhkan rasa aman dan tenang, sebelum mampu menghilangkan sikapnya yang kurang baik.

 

C.     Delusi



Delusi merupakan keyakinan semu yang sesungguhnya tidak benar, dan tidak dapat dikoreksi dengan pikiran sehat. Terdapat perbedaan antara delusi dengan kekeliruan yang adakalanya kita lakukan dalam menanggapi fakta-fakta, karena delusi ditimbulkan oleh berbagai perasaan negatif. Timbul delusi bila perasaan yang kuat mewarnai persepsi kita tentang dunia, diri kita atau orang lain. Mungkin kita masih ingat bagaimana seseorang merasa bahwa orang-orang menilai dirinya secara negatif.

Delusi menyudutkan kita untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi. Kita bertindak berdasarkan persepsi salah yang membuat kita membayangkan respons negatif dari orang lain, karena itu mungkin sekali kita justru mendapat reaksi seperti yang dibayangkan sehingga menguatkan rasa takut kita.

 

D.    Atribusi



Kita semua mencoba memahami pengalaman-pengalaman kita, kemudian berupaya agar pengalaman-pengalaman tersebut bermakna, dan menafsirkannya. Atribusi, beberapa alasan yang kita gunakan untuk menerangkan pengalaman-pengalaman kita biasanya mengacu pada beberapa ciri khusus seseorang (dari kita sendiri dan orang lain) atau pada keadaan sekitarnya. Atribusi yang kita miliki membantu pembentukan khayalan kita yang terarah.

Tina mempunyai berat badan yang berlebihan. Ia takut orang tidak menyukainya, oleh karena itu ia menghindari pertemuan-pertemuan di masyarakat. Ia mengkambinghitamkan kegemukannya sebagai penyebab kesulitan-kesulitannya. Bila ia tidak mengurangi berat badannya, ia akan terus saja berkeyakinan bahwa semua masalah yang diambilnya dapat teratasi bila berat badannya turun.

 

E.     Disonansi Kognitif



Adakalanya pemahaman kita terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan disonansi kognitif bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi. Disonansi kognitif terjadi bila kehidupan psikologis kita tidak harmonis.

Eman adalah seorang perokok berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan tentang bahaya merokok bagi kesehatan, ia selalu mengatakan akan berhenti merokok. Tetapi kenyataannya tidak, dan ia tidak lagi berbicara tentang rencana menghentikan kebiasaan tersebut. Tampaknya ia tetap menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia didesak tentang hal itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus berhenti merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat berhenti merokok sekarang ini.

Ini menunjukkan bagaimana terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut bagi kita sesungguhnya tidak enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa. Pikiran Eman yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak sanggup melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan (menganggap bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat terus merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan berhenti merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk mengatakan hal itu.

Dua cara lain untuk menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam” dan “Jeruk yang manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya kita tidak menginginkan apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa kita menyenangi sesuatu yang tidak kita kehendaki tetapi kita tidak dapat melepaskannya. Kita juga dapat mengatasinya dengan mengusahakan persesuaian pendapat tentang keyakinan tertentu yang penting untuk memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.

 

F.      Gaya Interpersonal



Gaya interpersonal berkaitan dengan cara kita memperlakukan orang lain dan perlakuan orang lain terhadap diri kita sesuai dengan yang kita harapkan. Orang dewasa seperti halnya anak-anak, berbeda caranya berkomunikasi dengan orang lain. Ada orang yang hanya sedikit memberikan andil bagi orang lain, tetapi banyak sekali yang mengharapkan dari andil orang lain. Ada orang yang memanfaatkan kemarahan yang meluap-luap untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau membisu atau menarik diri bila keadaan dirasakannya tidak menyenangkan. Ada pula yang mencoba mempermainkan atau “memanfaatkan” orang lain dan adapula yang sangat menghargai orang lain dan memperlakukannya sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Seperti halnya gaya moral, kita mengikuti suatu cara tertentu dalam menuju kematangan hubungan pergaulan.

 

G.    Tahap Impulsif



Tina mempertimbangkan masalah-masalah moral hanya pada saat-saat ia menemui kesulitan. Tampaknya ia tidak mengerti bahwa orang membutuhkan peraturan-peraturan mengenai perilaku dalam kehidupan  bersama. Baginya, suatu perbuatan yang tercela hanyalah perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, Tina hidup menurut impulsnya ; adakalanya ia mabuk-mabukan dan termasuk orang yang “bermurah hati” dalam kehidupan seksual.

Bila mengalami frustasi atau marah, Tina suka mengamuk. Ia memandang orang lain sebagai sumber masukan, dan menilai diri mereka dari seberapa banyak bantuan orang tersebut kepadanya. Dalam pandangannya yang terpusat pada diri sendiri itu, ia mengabaikan perasaan dan keinginan orang lain. Bila masalah interpersonal menjadi terlalu sulit, ia akan dengan serta merta melarikan diri dari keadaan, tidak berusaha memperbaiki dan mencarikan solusi dari permasalahan yang muncul tapi bahkan mengakhiri suatu hubungan interpersonal.

Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia

psikologi sebagai ilmu

Pengertian Psikologi

Psikologi yang dalam istilah lama di sebut ilmu jiwa berasal dari kata bahasa inggris psychology. Kata psychology merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa greek ( Yunani ), yaitu  psyche yang berarti jiwa, logos yang berarti ilmu. Jadi, bisa diambil kesimpulan tentang definisi psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari, menganalisis, menerapkan, dan memimpin proses-proses pendidikan sedemikian rupa, sehingga timbul sistem pendidikan yang efisien.
Psikologi sebagai ilmu merupakan pegetahuan yang di peroleh  dengan pendekatan ilmiah, dan merupakan pengetahuan yang di peroleh dengan penelitian-penelitian ilmiah. Oleh karenanya sebagai salah satu ciri psikologi sebagai suatu ilmu adalah berdasarkan data empiris di samping data tersebut di peroleh secara sistematis, ( Morgan, dkk,1984 ). Namun, lebih spesifik lagi psikologi lebih banyak di kaitkan dengan kehidupan organism manusia. Bruno (1987), membagi pengertian psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama psikologi adalah studi(penyelidikan) mengenai “ruh”. Kedua, adalah ilmu pengetahuan mengenai “kehidupan mental”. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “tingkah laku” organism.
Psikologi sebagai suatu ilmu, mempunyai tugas-tugas atau fungsi-fungsi tertentu seperti ilmu-ilmu pada umumnya. Adapun tugas-tugas psikologi ialah:
a.       Mengadakan deskripsi, yaitu tugas untuk menggambarkan secara jelas hal-hal yang di bicarakan.
b.      Menerangkan, yaitu tugas untuk menerangkan keadaan yang mendasari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
c.       Menyusun Teori, yaitu tugas mencari dan merumuskan ketentuan-ketentuan mengenai hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain.
d.      Prediksi, yaitu untuk membuat ramalan mengenai hal-hal yang mungkin terjadi.
e.       Pengendalian, yaitu tugas untuk mengatur peristiwa-peristiwa atau gejala.
Seperti yang dipaparkan di depan kerena psikologi merupakan suatu ilmu, maka dengan sendirinya psikologi juga mempunyai ciri-ciri seperti ilmu-ilmu yang lain seperti,
§  Objek tertentu
§  Metode pendekatan atau penelitian tertentu
§  Mempunyai riwayat atau sejarah tertentu
§  Sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objek
Tujuan mempelajari psikologi:
ü  Untuk membantu guru dan calon guru agar menjadi lebih bijaksana membimbing anak didiknya dalam hubungannya dengan proses pertumbuhan belajar.
ü  Agar para guru dan calon guru memiliki dasar-dasar luas dalam mendidik pada umumnya, dan bidang keahliannya pada khususnya, sehingga anak didiknya lebih baik dalam belajar.
ü  Agar para guru dan calon guru dapat menciptakan suatu sistem yang lebih efisien dengan jalan mempelajarinya dan menganalisis tingkah laku anak didik dalam proses-proses pendidikan yang berlangsung. 
Manfaat mempelajari psikologi pendidikan:
v  Bisa memahami anak didiknya dan untuk sampai pada tahap ini kita perlu mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir.
v  Bisa mengetahui peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi dalam setiap fase serta faktor yang menunjang dan menghambat potensi-potensi dasar yang memiliki anak serta intelegensi dan bakat sifat-sifat serta cirri-ciri kepribadian anak.
v  Bisa memahami hal-hal yang berhubungan dengan masalah belajar dan mengejar serta vareasi serta modelnya.
B.     Objek Formal dan Material
                    i.            Objek material : objek material ilmu adalah objek yang bersifat umum, dilihat dari wujudnya yaitu yang menjadi sasaran suatu ilmu pengetahuan. Objek material psikologi adalah manusia.
                  ii.            Objek formal : objek yang bersifat spesifik, dari segi tertentu yaitu objek material yang dibahas. Objek formal psikologi adalah perilaku manusia dan hal-hal yang berkaitan dengan proses tersebut.

Senin, 16 Desember 2013

tentang universitas bina darma

UNIVERSITAS BINA DARMA 

Universitas Bina Darma adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang mengasuh dan mengembangkan ilmu dan keahlian profesional pada 7 (tujuh) fakultas (Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Ekonomi, Fakultas Bahasa dan Sastra, Fakultas Teknik, Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Komunikasi, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dengan program studi unggulan tiap fakultas yang berada di Sumatera Selatan. Universitas Bina Darma mempunyai komitmen untuk menciptakan lulusan yang siap kerja dan dapat diterima di masyarakat. Untuk itulah Universitas Bina Darma mengusahakan Sertifikasi dari International Organization for Standarization ( ISO 9001:2000 ), dan pada tanggal 7 Juli 2003 telah memperoleh Sertifikasi dengan nomor Registrasi 04100. 30981. Dengan telah ditetapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 di Universitas Bina Darma maka setiap aktivitas dilaksanakan dengan terencana dan hasilnya dapat diukur secara objektif. Hal ini berarti proses belajar mengajar di Universitas Bina Darma telah sesuai dengan persyaratan dan peraturan yang berlaku, sehingga lulusannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.
UBD secara aktif mengembangkan kerja sama di dalam maupun luar negeri yang saat ini tercatat memiliki perjanjian dengan UBD diantaranya adalah: University of Industri Selangor (UNISEL) Malaysia, Sun Microsystem, Barring Edu Training Sdn Bhd-Malaysia, Pearson VUE Authorised Center-India, NIIT Antilles NV – Neteherlands, Planet Edupro Indonesia (University of Cambridge English for Speakers of Other languages (ESOL) Authorised Main Center), Cisco Networking Academy, Stichting Hogeschool Zeeland (HZ)-Holland, dan NPO International Japanese Education Center.
VISI : Menjadi Universitas Berstandar Internasional Berbasis Teknologi Informasi  Pada Tahun 2020 
MISI UTAMA : Menghasilkan Lulusan yang Cerdas, Professional, dan Berkarakter yang Berdaya Saing Internasional
MISI UBD :
1. Menyelenggarakan program pendidikan yang berstandar internasional,
2. Menyelenggarakan proses pembelajaran yang berstandar internasional melalui pemanfaatan teknologi informasi,
3. Membangan komunitas intelektual yang berkualitas,
4. Melakukan penelitian yang berstandar internasional,
5. Melakukan pengabdian guna meningkatkan kemandirian masyarakat,
6. Menyelenggarakan kerjasama dengan pihak lain yang saling menguntungkan